Jumat, 27 Agustus 2010

Singkong dan Bisnis Minyak Rakyat




Wahyudin Munawir
Anggota Komisi VII DPR RI, Alumnus ITB

Republika, Rabu, 05 Desember 2007

Harga minyak dunia yang melambung, sudah lama diprediksi. Logikanya, minyak bumi (fossil fuel) adalah bahan bakar yang tak dapat diperbarui. Cepat atau lambat, minyak dunia akan habis. Saat ini, harga minyak memang sedang booming karena kebutuhan negara-negara industri baru seperti India dan Cina sangat tinggi.

Ke depan, jika negara-negara di dunia tak segera mengantisipasi kelangkaan fossil fuel, harga minyak akan naik tinggi sekali. Tapi sebaliknya, jika negara-negara di dunia menyiapkan antisipasinya sejak sekarang, niscaya harga minyak tak akan naik lagi, bahkan bisa turun. Mengapa? Karena dunia nantinya bisa mencari pengganti minyak fosil yang aman, murah, dan mudah diproduksi oleh siapa pun. Saat ini, industri minyak hanya dipegang oleh para pemodal besar.

Biofuel dari Sukabumi
Majalah Trubus edisi November 2007 memaparkan ‘kebun-kebun penghasil bensin di Pulau Jawa’. Di wilayah Sukabumi, misalnya, ternyata sudah muncul industri rumahan biofuel yang sederhana. Pak Soekani dari kampung Nyangkowek, Kecamatan Cicurug, Sukabumi, salah seorang warga yang memproduksi ‘bensin’ itu. Tiap bulan dia berhasil mengolah singkong menjadi etanol (alkohol) 95 persen sebanyak 2.100 liter.


Dari jumlah itu, 300 liter dijual ke pengecer premium, dan 800 liter lainnya dijual ke industri kimia. Harga per liter etanol itu, Rp 10 ribu. Tiap liter etanol dibuat dari 6,5 kg singkong. Harga produksi etanol per liter Rp 3.400-Rp 4.000. Dari bisnis ‘energi’ yang berasal dari singkong itu, Pak Soekani mendapatkan omzet 21 juta per bulan. Langkah Pak Soekani itu, kini mulai banyak diikuti penduduk desa lainnya.

Mungkin anda bertanya, mengapa pengecer premium mau membeli etanol made in Pak Soekani seharga Rp 10 ribu per liter? Ternyata, pasar itu tercipta dari pengalaman tukang ojek di Cicurug. Premium yang dicampur 5-10 persen alkohol, angka oktannya naik. Kendaraan makin bertenaga dan bahan bakarnya makin hemat 20-30 persen. Belakangan, di Sukabumi juga sudah ada orang yang membuat kompor berbahan bakar alkohol. Kompor jenis ini, konon, lebih irit.

Kisah Pak Soekani menggambarkan bahwa bisnis biofuel tidak seperi fossil fuel (dalam hal ini BBM), bisa dilakukan siapa saja, bahkan dengan skala rumahan dan kaki lima. Karena itu, ke depan, jika pemerintah dan masyarakat ramai-ramai mengembangkan biofuel, niscaya kesejahteraan di Indonesia akan makin merata. Tak hanya itu, lahan-lahan kosong pun akan menghijau.

Memang ada kekhawatiran bahwa kebun-kebun biofuel itu akan merusak lingkungan dan keanekaragaman jenis di Indonesia. Namun jika sejak awal pemerintah membuat peta pengembangan industri biofuel secara nasional, niscaya kekhawatiran tersebut bisa direduksi. Ini karena pada peta tersebut akan ditunjukkan daerah-daerah yang pas untuk mengembangkan biofuel jenis tertentu.

Peluang bisnis biofuel di dunia sangat besar. Berdasarkan laporan Clean Edge seperti dikutip buku The Clean Tech Revolution (2007) karya Ron Pernick dan Clint Wilder, pasar biofuel di dunia tahun 2006 mencapai 20,5 miliar dolar AS (untuk etanol dan biodisel). Nilai pasar itu akan meningkat empat kali lipat pada tahun 2016. Di AS, etanol dicampur dengan gasoline (premium) dengan kadar campuran 2-85 persen. Di Brazil, sudah diproduksi mesin-mesin yang bisa memakai etanol seluruhnya (100 persen). Namun demikian, kondisi pasar etanol di Brazil sangat fleksibel. Jika harga BBM tinggi sekali, maka campuran etanol pada premium diperbesar, dan sebaliknya.

Tahun 2006, produksi etanol di dunia mencapai 12 miliar galon. Di AS, campuran premium dan 10 persen etanol (E-10) dipakai mobil-mobil tanpa modifikasi mesin. Sedangkan untuk campuran 85 persen etanol (E-85), mesinnya dimodifikasi dengan flex-fuel vehicle (FFVs). Jika produksi etanol di dunia makin besar dan kendaraan di dunia sudah pro-biofuel, niscaya semua kendaraan di muka bumi akan memakainya. Jika sudah demikian, ‘emas hitam’ yang berasal dari kilang-kilang minyak di Timur Tengah akan bergeser ke ‘emas hijau’ yang berasal dari kebun-kebun minyak di daerah tropis seperti Asia dan Amerika Latin.

Pemerataan ekonomi
Setiap ada ancaman, pasti ada peluang. Harga minyak yang mahal jangan hanya dilihat sebagai ancaman, melainkan juga peluang. Peluang ini bisa menyadarkan seluruh komponen masyarakat Indonesia bahwa ketergantungan pada BBM adalah sangat berbahaya dan kita punya kesempatan besar untuk mengkonversi BBM ke biofuel. Tanah Indonesia yang subur merupakan aset untuk membangun kemandirian sumber energi terbarukan. AS dan Eropa juga Jepang dan Cina saat ini tengah bahu membahu mengganti ketergantungan pada bahan bakar fosil.

Ketika Singkong Banyak Diincar


Rencana pengembangan 30 pabrik bioetanol untuk memproduksi bahan bakar nabati dari singkong mendongkrak harga singkong sampai 100%.

Singkong sudah naik kelas. Dulu si ubi kayu ini hanya dijadikan sumber pangan kelas bawah, gaplek, tapioka, dan pakan ternak. Kini, ia bisa disulap menjadi bahan bakar yang sangat potensial, bioetanol. Oleh sebab itu, diperkirakan singkong akan jadi bahan rebutan antara pabrik tapioka, pabrik pakan, maupun pabrik etanol.

sumber :

http://www.agrina-online.com/show_article.php?rid=10&aid=805

Senin, 23 Agustus 2010

PROSPEK BIOETANOL


A.Pengantar

Bioetanol atau Biofuel dikenal sebagai Bahan Bakar Nabati yang ramah lingkungan, merupakan sumber energi terbarukan yang menjadi alternatif pengganti (substitusi) dari bahan bakar minyak yang akan habis ketersediaannya sebagaimana yang telah mulai dirasakan masyarakat dunia saat ini.

Indonesia telah mengeluarkan regulasi tata-niaga produksi dan pemanfaatan bioetanol (biofuel) melalui KepMen tertangal 26 September tahun 2008 yang memungkinkan dunia usaha mengembangkan produksi bioetanol (biofuel) untuk kebutuhan dalam negeri maupun ekspor. Disamping itu, Kementererian ESDM dan TIMNAS BIOETANOL terus menggalakkan inovasi pengembangan produksi bioetanol di Indonesia.

B. Regulasi Pemerintah

  • Kewenangan setingkat Gubernur untuk izin operasional kapasitas produksi diatas 5.000 ton/tahun s/d 10.000 ton/tahun.
  • Kewenangan setingkat Bupati/Walikota, untuk izin operasional kapasitas produksi hingga 5.000 ton/tahun.
  • Setiap daerah Propinsi/Kabupaten-Kota wajib memanfaatkan penggunaan bioetanol hingga 15% dari kuota BBM didaerahnya.
  • Penggunaan untuk kendaraan otomotif maksimal 10% dari kuota nasional, dalam bentuk campuran.
    Catt. Campuran 9 liter bensin premium + 1 liter bioetanol = PERTAMAX Plus
  • Indikasi harga disesuaikan dengan mekanisme pasar, atau dibawah BBM Non Subsidi
  • Peluang distribusi secara mandiri (independent).
  • Peluang eksport bioetanol

C. Pemanfaatan Produk Bioetanol

  1. Kadar 60% s/d 70%, sebagai substitusi produk alkohol (industri farmasi) sebagai substitusi Bahan Bakar Minyak jenis minyak tanah
  2. Kadar 70% s/d 80%, sebagai substitusi produk alkohol (industri farmasi)
  3. Kadar 70% s/d 90%, sebagai bahan pendukung produksi makanan & minuman
  4. Kadar 99,5% sebagai substitusi Bahan Bakar Minyak jenis bensin.

D. Peluang Industri Pendukung Produksi Bioetanol

  1. Kompor Bioetanol,
    a. Teknologi produksi sederhana dan mudah dikembangkan (inovasi)
    b. Tidak membutuhkan alat pendukung seperti tabung gas elpiji
    c. Nilai efisiensi dan ekonomis sangat tinggi
    · satu liter bioetanol samadengan dua setengah liter minyak tanah
    · proses pemasakan tidak ber-jelaga (bercak hitam) pada wadah memasak
    · proses peng-api-an sangat aman
    · kualitas peng-api-an lebih baik dibandingkan gas
    d. Peluang pasar yang besar dan lebar
  2. Depo Distribusi Bioetanol
    a. Penjualan Produk Campuran
    b. Penjualan Eceran Rumah Tangga dan Industri
  3. Bengkel Modifikasi
    a. Spare-part modifikasi sederhana kendaraan roda dua, atau bengkel modifikasi
    b. Spare-part modifikasi sederhana generator listrik, atau bengkel modifikasi

E. Hambatan dan Tantangan

  1. Kapasitas produksi tertinggi bioetanol yang di-izinkan pemerintah tidak mencukupi untuk memenuhi pasokan kebutuhan nasional dan mengurangi peluang pencapaian laba maksimum.
  2. Pengembangan jaringan produksi dan pemasaran pada setiap wilayah kerja setingkat propinsi dan kabupaten dalam bentuk kemitraan terintegrasi (pendekatan konsorsium) adalah tantangan yang menjanjikan bagi pertumbuhan usaha dan investasi
  3. Pergerakan pasar cenderung bersifat lokal – teritorial, sehingga kualitas dan stabilitas kultur korporasi dan kebijakan manajemen menjadi isu utama untuk dibakukan.

Aren Bioethanol

  • 60% pohon aren di dunia terdapat di Indonesia (Provinsi Sulawesi, Maluku, Papua, dan Sumatera)
  • Getah pohon aren mengandung air nira (saguer) yang dikumpulkan dari
  • Getah dipanen untuk menghasilkan gula dan dapat juga difermentasikan mnjadi cuka dan arak
  • Getah yang telah difermentasikandidestilasi untuk dikembangkan menjadi sumber biofuel (ethanol) yang utama
  • Pohon aren yang (?) digunakan untuk produksi tepung sagu
  • Pohon aren mulai dapat disadap setelah berumur 5 tahun
  • Produktivitas pohon aren mencapai hingga 5 tahun
  • Pohon aren mampu menghasilkan 20 liter air nira per-hari dengan potensi produksi 36.000 liter per pohon.
  • Harga air nira aren berkisar antara Rp. 150,- – 250,- / liter

OBROLAN BIOETANOL INDONESIA

Yuk, kita lanjutkan obrolan di postingan tanggal 17 Mei 2009, pada “demam bioetanol” (jilid 1). Kalau pada minggu lalu, kita udah diskusi manfaat bioetanol yakni aplikasi pada kompor, sekarang kita bahas pengadaan bioetanol. Saya berpendapat masalah ini penting, karena jangan sampai masyarakat jatuh cinta pada bioetanol yang diintroduksi sebagai bahan bakar kompor pengganti minyak tanah (mintan) bahkan pengganti elpiji. Tapi ….akhirnya masyarakat tetap harus antri untuk mendapatkan bioetanol.
http://umum.kompasiana.com/2009/05/26/demam-bioetanol-jilid-2/

Sabtu, 21 Agustus 2010


This paper examines the possibilities for ethanol production from cassava: the
cropping system, the technological design of a cassava ethanol plant, the use of
waste st reams for biogas production, the economics of production, current market
and potential for cassava ethanol production and sustainability issues have been addressed
.
http://www.probos.net/biomassa-upstream/pdf/FinalmeetingEcofys.pdf
http://www.youtube.com/watch?v=rmFwSogNAEc&feature=related